Jepang dan Korea Selatan pada hari Jumat sepakat untuk berbagi intelijen dalam perjanjian militer bersama pertama mereka sejak Perang Dunia II.
Perjanjian tersebut dipandang sebagai terobosan dalam hubungan antara dua negara bertetangga yang memiliki sejarah bermasalah. Jepang memerintah Korea sebagai koloni selama beberapa dekade hingga akhir Perang Dunia II pada tahun 1945, dan Seoul sering kali mewaspadai perkembangan militer Jepang pascaperang, namun kedua negara memiliki kekhawatiran yang sama, khususnya Korea Utara dan Tiongkok.
Perjanjian tersebut menetapkan kerangka kerja untuk berbagi intelijen di berbagai bidang seperti pertahanan rudal, program senjata nuklir Korea Utara, operasi militer Tiongkok, dan masalah keamanan regional lainnya.
Perjanjian tersebut sebelumnya telah disetujui oleh Korea Selatan, dan kabinet Jepang memberikan persetujuan akhir pada hari Jumat menjelang upacara penandatanganan resmi.
“Mengingat situasi keamanan di Asia Timur, sangat penting bagi kami untuk menciptakan landasan bagi pertukaran informasi,” kata Menteri Luar Negeri Jepang, Koichiro Genba. “Saya pikir ini adalah peristiwa yang sangat bersejarah.”
Perjanjian tersebut mencerminkan meningkatnya kekhawatiran bersama bahwa diperlukan lebih banyak kerja sama untuk meningkatkan kesiapan keamanan.
Kedua negara semakin khawatir terhadap potensi ancaman dari Korea Utara, yang sedang mengembangkan kemampuan rudal jarak jauh dan senjata nuklirnya. Mereka juga mengamati dengan cermat kebangkitan militer Tiongkok.
Korea Utara meningkatkan ketegangan regional pada bulan April dengan peluncuran roket yang banyak dikritik sebagai uji coba teknologi rudal jarak jauh. Peluncuran ini menjadi perhatian khusus bagi Seoul dan Tokyo karena mereka berada dalam jangkauan persenjataan rudal Korea Utara.
Ketakutan tersebut telah mendorong upaya pemerintah untuk bekerja sama lebih erat dalam pembagian intelijen, meskipun perjanjian tersebut masih kontroversial di antara beberapa pihak di Korea Selatan.
“Perjanjian perlindungan informasi militer dengan Jepang diperlukan mengingat ancaman yang terus meningkat dari Korea Utara,” kata surat kabar JoongAng Daily Korea Selatan dalam sebuah editorial. “Semakin banyak informasi berkualitas yang kita miliki tentang Korea Utara, semakin baik pula keamanan kita.”
Namun para kritikus mengatakan pemerintah di Seoul, karena takut akan reaksi balik dari lawan-lawannya yang tidak mempercayai Jepang, mendorong kesepakatan tersebut tanpa memberikan ruang bagi perdebatan publik.
Seiring dengan kenangan pahit akan pemerintahan kolonial Jepang yang sering kali brutal di Korea, kedua negara masih berselisih mengenai sengketa wilayah yang telah memperburuk hubungan mereka.